30 Agustus 2018
“Kuatkan saya kali ini Tuhan.
Saya sudah melihat ia berbahagia kali ini. Berikan saya keikhlasan dan
keridhoan akan segala ketetapan dan kehendakMu. Bukankah kebahagiaannya adalah
kebahagiaan saya pula? Maka ijinkan kali ini saya ridho dan ikhlas untuk
meninggalkan kebahagiaan saya.” (Doa yang ku rangkum dalam tulisan pena 3th
lalu)
Hai, diriku.
Sudah lama rupanya aku menahan suara riuh di dalam hatiku. Sengaja aku
pendam agar aku menemukan tujuanku. Dan hari ini 18 Juni 2021 aku sudah
menemukan hadiahku yang aku rapalkan di awal Juni lusa. Tidak mudah untuk
menahan suara bising ini selama 14 hari. Hingga pada akhirnya mereka bersatu
padu dengan baik untuk menyuarakan kebisingan tersebut satu-persatu dimulai
dari akal nalar ku hingga turun ke batin hatiku.
Mungkin kau pernah bersuara dimana nyaman sekali kau bercerita disana
dengan dirimu sendiri. Aku? Ketika lampu tidur ku matikan dan aku berbicaa pada
langit-langit kamarku dan berkata pada diriku sendiri di 5 Juni 2021 lalu “Kau
hebat ! Kau sudah memberikan yang terbaik kali ini. Biarkan kebaikan itu
membuntuti setiap langkahmu kali ini. Aku bangga kepada kau, aku bangga menjadi
diriku sendiri. Dan terimakasih karena kau selalu menjadi diri sendiri dan tak
pernah berubah sedikitpun sejak masa-masa silam mu.
23 Mei 2021
Saya tidak pernah menyesal dengan
keputusan saya untuk melangkah bersama dengannya. Dengan ia yang 10th
ini berdampingan dengan saya. Seiring. Segenggam. Seirama. Tapi di malam itu
ketika dia memeluk saya, hati saya
seolah menolak. Karena saya tau sejak 2018 lalu bukan saya bahagia yang dia
maksud. Sedang di malam itu ego saya menginginkan dia untuk bersama dengan saya
berjalan beriringan hingga Tuhan menyatukan kami melalui janji suci
dihadapanNya. Benar saja, hari berlalu saya lewati bersama dengannya, saya tau
bahwa ia tak begitu bahagia bersama dengan saya. Banyak kebahagiaan yang ia
renggut ketika bersama dengan saya selama 10th ini. Dan ini saya
temukan sejak 2014 lalu.
Saya merasa dunia pertemanannya
terbatasi, hobi loyalnya bersama teman-temannya terbatasi, kesibukkannya di
dunia social juga terbatasi, bahkan hanya sekedar buat story di whatsapp pun ia
terbatasi dengan adanya saya. Sudah lama sekali saya menyadari hal ini. Tapi
karena ego saya, sehingga saya berusaha agar ia tak membatasi dirinya ketika ia
memutuskan berjalan kembali dengan saya. Saya ingin, ia berbahagia ketika
bersama saya. Tidak harus menutup diri, tidak harus bersembunyi, tidak harus
merasa terbatasi.
Bahkan 2018 lusa ketika saya tau
dia mulai menunjukan sisi lainnya yang ia pendam selama berhubungan dengan
saya. Saya lega. Akhirnya dia bisa membalaskan hasrat yang sudah ia pendam
dengan sangat amat lamanya. Di social medianya, di kelompok pertemanannya, di
kehidupan malamnya. Dan kesemuanya hingga pada akhirnya saya legaaa. Meskipun
saat itu saya kehilangannya, saya kehilangan kebahagiaan saya sendiri, saya
kehilangan separuh saya, saya kehilangan tumpuan kaki saya…. tapi saya ikhlas
karena melihat kebahagiaan dari dirinya yang merupakan salah satu alasan
kebahagiaan saya.
Kembali ke 23 Mei 2021, saya tau
awal hubungan ini, ia belum mampu terbuka dengan saya dan masih banyak hal-hal
yang belum selesai padanya. Dan hari terus berjalan, saya hanya terdiam dan
berharap ia menuntaskan segala hal dengan baik tanpa harus saya usik. Saya
percaya begitu saja kepadanya dengan memberi kesempatan juga ruang untuknya
mampu menegaskan diri bahwa saat itu ia sudah bersama dengan saya, dan bukan
lagi sebagai “Pacar”. Tetapi sebagai life
partner, sehingga saya harus lebih banyak bersabar, berkomunikasi, bekerja,
dan saling menjaga. Tapi saya salah, beberapa hari setelahnya masih saya temui
ada yang belum beres disana. Kemudian hari berlalu, maaf dan kesempatan kembali
saya berikan ketika saya melihat ada yang menghubunginya malam itu. Dalam hati
kecil saya, saya kecewa, tapi saya jauh lebih percaya bahwa ia mampu bersikap bijak
saat itu. Bukan kah semakin dewasa, kita semakin legowo terhadap hal-hal yang
melukai batin kita? Tapi…
Saya merasa, semakin hari berlalu
didalam hubungan kami yang baru saja kami pupuk agar bisa tumbuh dengan baik.
Saya merasa kebahagiaannya terhambat karena saya. Sebelum ia menghadirkan saya
di tanggal 23 Mei silam, setiap malam sebelum saya memutuskan untuk berhenti,
saya melihat ia tertawa bahagia bersama orang lain selain saya lewat social
media. Tak jarang berbagi suara lewat telp, vn dan bertukar foto. Bahkan sampai
saya melihat ia tegas sekali menunjukan orang ini di social medianya, begitu
juga dengan pasangannya yang juga menegaskan pada dunia bahwa ia bersama dengan
dirinya. Hari berlalu sebelum tanggal 23 itu, dan untuk menikmati hidangan
makanan yang paling enak di jagat raya pun saya merasa hambar. Tapi hari dimana
saya merasa “Hei, hei, hei dia telah berbahagia, dan dia sudah menemukan
tujuannya, apalagi yang kau tunggu…” Sore ketika saya menegaskan kepada dunia
bahwa saya mulai melangkah..., makan nasi dengan kecap pun serasa makan cordon bleau di Ady’s. Haha
Banyak hal yang membuat saya
ringan, ketika hari-hari berlalu dan saya menikmati perbincangan mereka dengan
bahagia. Saya pun lebih semangat dari sebelumnya. Mengambil banyak pekerjaan
yang mungkin over take risk tapi
berkat Tuhan saya bisa dan mampu ambil semua kerjaan itu. Main ke tempat yang
ingin saya kunjungi sesuka hati. Minum CampanaRanch
tiap malam dan tergabung dengan Burgundy’s
Tonight yang membahagiakan. Membeli saham dengan asal hingga merugi di
awal (Bodohnyaa). Bermain trading forex.
Mendeposito kan tabungan selama 3th untuk biaya perkawinan (Haha bercanda),
untuk masa depan yang jelas. Dan, survey kpr kecil-kecil an di ibukota. Why
ibukota? Mimpi saya masih sama, saya harus manjadi hebat sebelum pada akhirnya
saya ingin menjadi berkat dan manfaat di tempat kelahiran saya. Ibukota kan sudah pindah? Wahh saya
punya plan itu jauh sebelum nama ibu kota baru diresmikan. Menjalin relasi
dengan orang-orang yang sangat baru meskipun lebih dewasa dan jauh lebih
berumur. Tapi saya bahagia, banyak pengalaman yang saya dapatkan terutama
dibagian karier. Hal ini mendewasakan saya untuk berpikir bijak tentang
strategi bisnis yang ga cukup beresiko hingga strategi bisnis yang sangat
beresiko dengan keuntungan relevan yang stabil. Konstan.
Banyak hal yang saya lakukan
ketika saya melepas tanggung jawab saya sebagai orang yang selalu khawatir
terhadap keadaannya. Sebelum 23 Mei 2021, karena kesibukan saya, saya yang
punya hobi melihat mereka berdua berduet dengan romantic pada akhirnya harus
saya kalahkan karena waktu. (Btw, chatingan mereka di whatsapp selalu masuk di coding komputer saya. Haha) Hampir 24 jam saya disibukan dengan jam kerja,
kerja, dan kerja. Tapi saya enjoy, saya bahagia, dan ini yang justru mengubah mindset saya. Mungkin jikalau suatu hari nanti saya
dipertemukan dengan dirinya yang namanya telah dituliskan Tuhan dalam buku
takdir saya, saya akan meminta maaf terlebih dahulu. Karena mungkin ia akan
mendapatkan sedikit waktu saya ditengah kesibukan saya kali ini.
Tiada yang tau rencana Tuhan itu
bagaimana. Setelah sekian lama tiada dia dalam kehidupan saya. Tiba-tiba 23 Mei
2021 menjadi awal baru untuk saya dengannya. Dia? Iya… dia lagi. Saat ia
memutuskan akan menghabiskan hidup hebatnya dengan saya, memeluk saya yang
bahkan selama 3 bulan ini merindukan hal itu, saya merasa kecil hati harus
melihat ia menanggalkan kebahagiaan-kebahagiaan tersebut. Hingga pernah disuatu
masa, “Kamu gapapa? Banyak yang hilang kan ketika kamu memutuskan bersama
dengan saya?”
Begitulah hingga pada akhirnya saya
kalah. Saya tidak bahagia dengan melihatnya dari kejauhan seperti ini. Sedang
ia yang tanpa saya adalah yang menyukai banyak hal yang sudah saya utarakan
diatas. Sementara kehadiran saya dan hubungan kami menghambatnya kali ini. Kau
tau bagaimana rasanya ketika kau menjalin hubungan dengan ia yang namanya
selalu kau rapalkan dalam doa. Sedang ketika bersama dengannya kau merasa
gagal. Dan dia ketika bersamamu tak menjadi dirinya sendiri?? Kau tau bagaimana
rasanya?
Ya… pada akhirnya hubungan kami
kembali harus berakhir. Tidak, saya tidak apa-apa. Saya sudah sering tidak
apa-apa bukan? Dan kalian yang membaca cerita ini pun pasti paham kan apa yang
saya inginkan?
Malam itu, sedikitpun saya tak
membicarakan apapun didepannya. Saya tau betapa hancur hatinya saat itu. Bahkan
saya hanya mengakhiri hubungan kami lewat pesan singkat melalui chat. “Aku
tidak bahagia.” (Dan aku sedang tidak baik-baik saja 2 hari ini. Berharap kau
datang dan memelukku “Gapapa, kita bisa, kita bisa.”) Tapi saya hanya
menguatkan diri sendiri kala itu. Maghrib saat itu pedih sekali. Tapi doa saya
“Semoga setelah ini ia berbahagia dan menemukan tujuannya. Sehingga ia tak
harus menjadi orang lain seperti ketika ia bersama dengan saya.” Saya tau pedih
dan duka hari itu hanya bertahan 2-3 hari untuk kami. Sedangkan tujuan saya
saat itu jauh lebih besar untuk dirinya dan kebahagiaannya. Untuk saya sendiri,
tidak apa. Saya terbiasa hidup sendiri bahkan sejak 2018 silam. Sedang menurut
saya melihatnya dari kejauhan,
memandangnya berbahagia, melihat ia tersenyum-senyum sendiri ketika berbalas
chat dengan selain saya, melihat senyumnya ketika nongkrong dengan
teman-temannya… itu adalah kebahagiaan yang tak bisa saya bayar dengan apapun.
Itu level kebahagiaan terbesar saya. Bahkan ketika saya harus melihat ia mulai
pandai memeluk karirnya disana. Saya tau bebannya cukup berat dan yang ia
butuhkan hanyalah tempat bersandar dan berbagi di tiap harinya. Tapi saya
gagal. Bahkan meskipun bukan saya disana yang menjadi alasan kebahagiaannya,
insyallah saya ridho.
Saya merasa asing dengan dirinya.
Ia yang bersama dengan saya saat itu memanglah dirinya. Lalu siapa ketika ia
berbahagia yang tanpa saya? Dan itu justru nampak lebih baik ketimbang saat ia
bersama dengan saya. Harapan saya, saya hanya ingin memiliki hubungan yang baik
dengan orang yang menjadi dirinya sendiri bersama atau tidak bersama dengan
saya. Tidak ada hal special yang saya mintakan dari-Nya. Tidak. Karena saya
percaya, segala sesuatu yang berhubungan dengan 2 jiwa itu mampu untuk di
persatukan baik antara kelebihan maupun kekurangan. Tapi berpura-pura dalam
suatu hubungan hingga menjadi sosok lain itu suatu saat akan menjadi boomerang
dalam suatu hubungan. Sehingga saya kalah kali ini. Saya tidak bisa menjadi
sosok yang mampu membuat dia menjadi dirinya sendiri saat bersama dengan saya.
Atau mungkin saya yang terlalu keterlaluan hingga membuat dia tidak nyaman
melakukan aktifitas dan rutinitas yang ia sukai saat bersama dengan saya. Payah
sekali saya. Bodoh sekali saya.
Awal Juni si bodoh saya sudah berpikir panjang untuk hari ulang tahunnya yg masih 2 bulan lagi. Tapi ini berulang sama seperti 2018 lusa. Ternyata bukan saya (lagi). Dan mungkin saat itu tiba, saya sudah jauh dari pandangnya, ketika waktu itu tiba jauh dari dalam lubuk hati saya menyampaikan suka cita dan doa terbaik untuknya. 10x, dan hampir kali kedua tak bisa menjadi bagian disana. Tapi doa selalu sampai bukan? Sejauh apapun itu. Namanya yang sering saya panggil dengan sebutan Angg, sudah berada disana hingga tanggal 16 Juni 2021, ia tak tau. Tapi saya tak butuh ia mengetahui banyak hal dan upaya saya yang telah saya tempuh. Waktu akan sampai padanya, seperti pada tulisan ini misal.
Hari pertama pada tanggal 5 Juni 2021, dimana mata bengkak gorilla menjadi penghias wajah hari ini dari pagi hingga malam. Wkwkwk bagaimana tidak, kau baru saja melepas kebahagiaanmu sendiri agar ia bisa berbahagia yang tanpa engkau. Dan kau baik-baik saja? Ahaha bohong. Saat itu keluarga besar saya datang, nyaman sekali dan ramai
sekali rumah malam itu. Tapi jiwa saya kosong, pandangan mata saya, pikiran
saya pun ikut kosong. Kacamata yang saat itu saya kenakan tidak mampu menutupi
rasa kehilangan saya lusa. Bahkan suara saya pun tak bisa berbohong malam itu.
Dan ada panggilan masuk “Ibu”. Ibu nya menelepon saya melalui whatsapp, sontak saya kaget. Sementara
saya tau bahwa sore sebelum ada panggilan masuk ini, ia merencanakan pertemuan
dengan beberapa temannya ditempat yang pernah menjadi ingatan buruk masa lalu
saya beberapa waktu silam. Saya pun lega, paling tidak ada beberapa kawan yang
bisa ia jadikan sandaran malam itu sehari setelah hubungan kami berakhir. Jauh panggilan ini saya terima saat makan
malam di luar dengan seluruh keluarga besar saya. Sontak saya pamit pulang
karena saya tau pembicaraan ini akan panjang. Dan keluarga besar mengijinkan,
tapi ibu menyampaikan “Diterusin dulu saja, ibu malah tidak enak jadi
mengganggu acaranya.”
Saya tau betapa keluarganya mulai
menyayangi saya. Terlebih di hari ini bapak berulangtahun hingga menyempatkan
waktu untuk meminta maaf karena tidak bisa menjawab panggilan saya karena
sedang berolahraga. Saya tau juga betapa ibu nya mulai jatuh hati kepada saya
sampai berkata pada saya di telepon malam itu “Akhirnya anak ibu nambah 1 kan.
Anak ibu jadi 3 sekarang.” Bahkan pernah di suatu masa ketika dulu sebelum 23
Mei ada, akung yang begitu saya sayangi sangat saya rindukan. Hingga saya
bertemu dengan beliau di suatu sore dan berkata “Jaga kesehatan ya. Jangan
sakit. Jangan sakit. Hanya kamu yang sekarang bisa ngegohke.” Dan sedikit mengusap air mata. Itu di masa dimana saya
sudah jauhhh sekali berada di ujung jalan, sedang saya sudah samar melihatnya.
Tapi sudah merasa lega bahwa meskipun dalam pandangan samar, hati saya tenang
melihat senyumnya tiap malam di kejauhan meskipun bukan saya lagi orang itu.
Dan 1 jam pertama selesai karena
ibu berkata “Ibu tutup teleponnya ya, dia pulang ini. Nanti kalau dia berangkat
ke rumah Akung, ibu telp lagi.” Ada kelegaan di 1 jam pertama saat itu, setidaknya
ibu tau bagaimana rasa sayang yang saya punya untuknya. Tapi saya pun
menegaskan, saya tidak bisa menjadi egois dengan memaksanya tinggal, sedang
saya terbebani jika ia tidak berbahagia karena saya. Dan akhirnya ibu pun tau
sejak 2014 sudah banyak sekali trauma yang saya punya. Tapi semakin dewasa
saya, saya mengerti bahwa tahun itu usia kami belum begitu matang untuk berpikir tentang masa depan sehingga untuk
menyadari hal-hal kedepan yang jauh lebih berpengaruh belum bisa kami rengkuh.
Saya pun tau, dan bahkan ketika saya kali ini melihat jauh disana, wajar jika
di usia itu dia masih berusaha mencari yang “tepat”. Meskipun hingga detik ini
saya belum pernah ada keinginan serupa, untuk mencari yang tepat. “Belum” ya…. Haha
manusiawi jika mungkin nanti ketika saya merasa duniawi saya tercukupi, dia
juga sudah berbahagia dengan pasangannya, dan saya sudah jauh lebih berbahagia
saya juga pasti akan ikut mencari. Tuhan yang menakdirkan, tapi manusia harus
berusaha bukan? Hehe. Kurang lebih saya juga menyampaikan kepada ibu demikian.
Jika saya sudah melihat dia bahagia dengan psangannya bu, jika saya sudah
mantap, jika saya sudah merasa tidak ada lagi yang harus saya khawatirkan. Saya
pasti mencari kok, hanya saja entah kapan, karena saya sedang disibukkan dengan
hal-hal duniawi bu. Itu juga untuk masa depan saya bukan?
Drrttt
Drrrt
Drrrt
Sekitar pukul 9 malam ibu
telepon. “Sudah berangkat ke Akung, bisa diteruskan yang tadi.”
Haha, kurang lebih selama 2 jam
16 menit perbincangan dengan ibu. Beberapa kali perbincangan tentang ke hal
yang jauh lebih crucial yaitu pernikahan. Bukan status sosial, bukan keluarga,
bukan juga kepercayaan, bukan juga soal ekonomi… Tapi lebih ke pribadi kami
masing-masing. Dan saya mengiyakan. Awal-awal dikupas tuntas mengenai upacara
pernikahannya akan dengan cara yang bagaimana dll. Disitu saya dan keluarganya
sudah sepakat di malam itu. Kemudian…
“Di semua nama orang yang sudah kamu sebutkan tadi, baik di tahun 2014
sampai di tahun 2018 hingga yang sudah kamu sebutkan di tahun ini, tidak ada
yang sampai hati untuk ibu dan bapak. Dan bahkan belum pernah ada yang diajak
ngobrol dengan baiknya sama bapak selain kamu. Ibu pun sama, meskipun dulu di
tahun 2018 ada yang berusaha menarik hati ibu dengan guyonannya dan manjanya,
tapi ibu juga tidak sepenuh hati. Jadi mungkin, dia mencari dan mencari ini
karena dia juga butuh yakin akan pendamping hidupnya nanti. Itu wajar, apalagi
hubungan kalian juga sudah lama. Hubungan yang sudah mengerucut kearah pernikahan
itu pasti banyak ujiannya. Tergantung bisa bertahan atau tidak.”
Tapi si anak bodoh dan tolol ini
masih dengan hatinya… Ia tidak ingin egonya mengalahkan hati dan pikirannya
kali ini. Btw, si tolol ini sesenggukan di telp. Duuuuuuhhhhh bodohnya
“Ibu, saya tau bagaimana dia
sayang kepada saya. Saya tau bagaimana usahanya dia untuk kembali kepada saya.
Bahkan dia sudah coba berlari beberapa kali dari tahun 2014 tapi selalu kembali
kepada saya. Saya tidak pernah sedikitpun meminta ia untuk kembali kepada saya
bu. Belum pernah sama sekali, kecuali Februari lalu. Itu karena sudah sejauh
ini hubungan kami, bapak dan ibu juga sudah mengetahui, apalagi yang kurang.
Tapi kali ini bu, jujur dari dalam hati kecil saya. Meskipun sakit sekali…
eghrm eghrm saya lebih ikhlas, lebih ridho jika dia bisa berbahagia meskipun
tanpa saya, karena Jumat kemarin saya sudah mengakhiri hubungan kami bu. Bukan
karena saya ada orang ketiga ataupun dia. Tapi karena saya merasa sudah cukup.
Saya hanya ingin dia bahagia bu. Saya masih bisa jadi orang yang ia butuhkan sebagai teman, atau sie wira-wiri, tempat sampah segala ceritanya, dan sebagai sandaran ketika
tidak ada satupun orang disana kan bu? Tapi saya tidak ingin berhubungan lebih
dalam dengan dia jika bukan saya bahagianya. Dan jika saya bahagianya, ia tak
mungkin mencari kebahagiaan lain di dalam diri orang lain ataupun media lain kan
nggih bu? Atau sampai harus menjaga
hati orang lain selain saya.“
Sedangkan dia tak pernah sedikitpun menjaga perasaan saya ketika chatingan dengan yg selain saya sementara dia tau bahwa saya bisa membaca semua chatnya, direct message di instagram dan berbagai media lainnya Bahkan seringkali itu terjadi saat ia menuju kearah saya.
Beberapa kali saya menepuk dada,
karena sesak sekali malam itu. Tapi lega. “Gapapa, penting kamu jaga kesehatan,
maem hlo ya, minum obat dulu. Setidaknya kan yang mengganjal di hatimu sedikit
lega dengan cerita sama ibu to.”
Beruntung sekali saya dikirimkan
perpanjangan tangan Tuhan lewat ibu. Bukan lewat orang lain, atau orang asing
yang tak tau apapun. Tapi, Ibu.
“Jika memang keputusanmu demikian, ibu juga tidak bisa berbuat apa-apa
kan? Selain mendoakan semoga kamu bertemu dengan orang yang tepat begitu juga
dengan dia. Jangan putus silaturahmi, karena mau bagaimanapun ibu sudah bilang.
Kamu ya anaknya ibu. Selalu dijaga kesehatannya. Harus makan sedikit-sedikit.”
“Iya ibu, saya minta maaf jika
selama ini saya berhubungan dengan dia masih ada banyak tindakan saya ataupun
ucapan saya yang tidak berkenan untuk ibu dan bapak saya minta maaf
sebesar-besarnya. Teruatama hingga hari ini belum bisa membuat dia bahagia, dan
lebih sering membuat dia terluka, atau tidak nyaman. Saya minta maaf ibu, diaturaken bapak ya bu. Ibu dan bapak
juga orangtua saya, jadi kalau ada apa-apa ibu atau bapak bisa hubungi saya
kapanpun. Insyaallah kalau masih ada di Jawa, saya selalu sempatkan ibu dan
bapak terlebih dahulu kok. Saya sayang sama dia, ibu, bapak, kakak, mas don,
dan Akung. Sehat-sehat nggih bu. Saya
jaga dia dari kejauhan nggih bu.”
Tepat pukul 23.09 telepon
berakhir. Banyak sekali yang diperbincangkan, mulai dari kisah kami bisa kenal,
menyatu, beberapa pertengkaran kecil kami, bagaimana ia di keluarga saya,
bagaimana ia di tempat kerjanya, bagaimana ia dengan teman-temannya, masa
kecilnya, dia di mata keluarga, hingga hubungan kami kali ini, dan lebih
penting “Pernikahan”. Haha lambat laun kerja dan kerja akan terasa hampa jika
tempatmu kembali masih kosong. Rumah. Begitu kata orang-orang.
Hari kedua dan seterusnya saya
masih mengkhawatirkannya. Meskipun mungkin sudah ada yang mengkhawatirkan dia
lebih baik daripada saya. Mengkhawatirkan lewat doa atau cara apapun. Membuat guyonan-guyonan yang mampu membuatnya tertawa, bahagia. Sedang
saya? Hanya bisa duduk diam saja bukan ketika khawatir? Wkwk itu lah kenapa
saya begitu bodoh untuk menjalin hubungan dengan seseorang siapapun itu. Dan
tiba masa dimana… hal-hal yang saya maksud kan diatas terjawab di beberapa hari
saya memutuskan untuk pergi.
Dia mulai aktif di dunia nya.
Sudah menemukan circle pertemanan. Di
dunia pekerjaan juga aman. Dan mulai aktif membuat story di w.a atau di Instagram.
Banyak yang menghubungi kembali. Dan….. yang saya tunggu beberapa hari ini
sudah kembali. Tidak mudah untuk saya melepaskan dia demi kebahagiaannya yang
sudah saya sebutkan tadi. Bahkan tidak mudah untuk saya berjalan tanpa kaki.
Tidak mudah bagi saya mengembara di antah berantah dan tak memiliki rumah. Tak
mudah bagi saya untuk meniadakan kasih yang selama 10th ini selalu
menggenggam erat tangan saya dan menepuk bahu saya seolah ujian seberat apapun
itu akan menjadi sangat ringan jika kami bersama. Tak mudah ! Tapi saya percaya
kebahagiaannya bersama siapapun itu dan bagaimanapun itu membuat langit tampak
cerah dan lebih indah. Sehingga hari demi hari yang akan saya lalui akan lebih
berwarna karena kebahagiaannya.
Dengan beberapa akhir ini saya
sudah menemukan tujuan hidupnya kembali. Semangatnya mulai terbakar kembali,
hari-harinya pun tak sekosong 14 hari lalu, dunianya berwarna, dan setidaknya
ada beberapa orang baik di tempat kerjanya kali ini. Ohh iya setidaknya ada
yang sudah lebih baik dalam mengkhawatirkannya kali ini. Sehingga beberapa hari
ini langkah saya mulai kembali pulih. Pijak demi pijak mulai saya raih. Saya
masihlah saya yang bodoh dalam hal ini, hingga banyak sekali yang datang di
kehidupan saya membawa peliknya masing-masing tapi saya masih menunggu gong itu datang. Saya masih lah saya,
dengan sedikit perubahan karakter, perubahan hobi, dan cara pandang. Sedang
mereka yang Tuhan kirim sebagai perpanjangan tangan Tuhan kali ini adalah
manusia-manusia baik yang luar biasa hebat untuk sosok tolol seperti saya.
Tulisan ini saya sertakan untuk
ia.
Hai, saya tidak sedang beranjak
atau merangkak ke arahmu kali ini. Tidak, jangan takut. Saya tidak akan membuat
susunan hidup mu 14 hari ini tercerai-berai. Justru melihatmu beberapa hari ini
membuat saya jauh lebih kuat dari sebelumnya. Bahkan tujuan saya hampir sampai
pada muaranya. Kau akan bangga suatu hari nanti, bahwa saya pergi bukan untuk
diri saya sendiri. Tapi untuk membiarkan kau yang selalu saya genggam,
melepaskan diri dari sangkarnya untuk menemukan jati dirinya. Ya, kehidupan
kali ini jauh lebih rumit. Tapi, ketika kita menikmatinya ini sangat amat
menyenangkan, apalagi ketika kau sudah menemukan tujuan hidupmu. Mengetahui bahwa kau sudah menemukan tujuan dari kebahagiaanmu membuat saya merasa keputusan saya 4 Juni lalu menjadi tepat.
Jikalau diperbolehkan. Manusia
yang tak pernah lagi bisa marah, manusia yang sudah tak lagi bisa meminta,
apalagi menuntut ini ingin memohon sesuatu kepada engkau…
Permohonannya sederhana dan sudah
seringkali dia sampaikan.
“Angg, suatu hari nanti kau akan menemukan langkah saya kian menjauh, pun mungkin dengan langkahmu. Tolong, jangan bawa apapun tentang masa lalu kita. Ia tak pernah mempunyai kesalahan terhadapmu bukan? Dan jika masa lalu kita ternyata memiliki kurangnya atau kesalahannya, saya memohon ampunmu. Kemudian, saya mohon berjalanlah dengan baik tanpa harus menyalahkan saya yang meninggalkanmu atau menyalahkan saya yang berhenti mempertahankan kita. Hanya berjalanlah dijalanmu kali ini. Sedetikpun, dan sekecil abupun saya tidak akan berusaha mengganggu hubunganmu, kehidupanmu, dan perjalananmu kali ini. Cukup, kabulkan permohonan saya. Karena jauh daripada itu kau tau apa yang tengah saya lakukan. Tak akan berhenti saya untuk memohon kepada kamu untuk berhenti menyalahkan apa yang sudah seharusnya terjadi. Karena mungkin jika 14 hari lalu saya tidak memutuskan pergi, kau tak akan menemukan apa yang selama ini kau cari dan kau tuju bukan? Jadi saya mohon cukup. Jangan lagi menyalahkan. Kita sudah baik di jalan kita masing-masing kali ini. Hanya itu yang saya inginkan. Terimakasih untuk mewujudkannya.”
Semoga yang terbaik untukmu. Bahagia selalu.
Aamiin.
Mohon maaf untuk kecarut-marut an dalam penulisan yang jauh dari kata runtut. Karena cerita kali ini dituliskan dalam kehingar-bingar’an dalam kepala dan hati. Sehingga penulisannya pun tidak sefokus biasanya. Tulisan ini ditulis beberapa jam diatas kendaraan dalam perjalanan ke luar kota. Menepuk dada sebelah kanan malam ini dan berkata, “Terus berbuat baik dan jangan pernah lelah, agar kebaikan selalu mengikutimu.” Haaaaah lega. Terimakasih. Bagi siapapun kalian yang telah berbaik hati membaca tulisan saya dengan judul apapun. Sekali lagi......Terimakasih. Titip pesan dari suara yaaa.
Komentar
Posting Komentar